A. MUTU
a. Pengertian Mutu
Mutu merupakan suatu iatilah yang sudah tidak
asing lagi . pandangan kita tentang mutu biasanya dikaitkan dengan harga yang
tinggi(mahal),merek dagang suatu barang dan juga identik dengan kemewahan.
Mutu memang mempunyai berbagai pengertian , yang
masing-masing sangat tergantung pada sudut pandang orang yang mengartikannya.
Namun menurut Standar ISO 8402 , mutu diartika sebagai :
Gambaran
dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa , yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat
Pengertian mutu : suatu strategi dasar bisnis
yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen
internal dan eksternal , secara explisit .
Strategi ini
menggunakan seluruh kemampuan SDM,modal,teknologi, peralatan, material,
sistem dan manusia perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa bernilai
tambah dan yang bermanfaat bagi masyarakat serta memberikan keuntungan kepada
pemegang saham.
Rumus mutu :K=P/E
K= Kwalitas P=Produk/jasa E=Harapan Konsumen
K= Kwalitas P=Produk/jasa E=Harapan Konsumen
b. Manfaat Mutu
Ada 2 keuntungan yang dicapai dengan
menghasilkan produk atau pelayanan bermutu.
Pertama, Peningkatan Pasar (Market Gain). Mutu produk atau pelayanan yang
meningkat akan membuat produk (baik barang maupun jasa) tersebut makin dikenal
sehingga permintaan pasar meningkat dan keuntungan perusahaan juga
meningkat. Sebuah kitchen/wardrobe yang bagus desainnya sekaligus tahan lama
akan makin banyak dikenal dan dicari orang. Demikian juga rumah sakit atau bank
yang memberikan pelayanan yang baik kepada pasien atau nasabahnya akan makin
didatangi orang yang membutuhkan jasanya.
Kedua ,Penghematan
Biaya (Cost Saving). Mutu produk yang meningkat akan menurunkan biaya
produksi atau service. Cacat produk tentu akan mengakibatkan penggantian
ulang (rework) yang membutuhkan tambahan biaya material, biaya tenaga kerja,
listrik,dll, yang mengurangi keuntungan perusahaan.
c. Perkembangan Konsep Mutu
Ada 5 tahap perkembangan konsep mutu. Yaitu :
Tahap pertama dikenal sebagai era Tanpa mutu.
Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan (monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai. Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada persaingan (monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai. Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN sehingga masyarakat tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom menjadi satu-satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
Kedua, era
Inspeksi.
Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.
Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC). Departemen QC akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Di sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.
Tahap ketiga, dikenal sebagai Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik).
Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.
Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen Produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.
Tahap keempat, Quality
Assurance Era.
Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan pemasok (supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.
Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan pemasok (supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. Oleh sebab itu sangat ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.
Tahap kelima, dikenal sebagai Strategic Quality Management /Total Quality Management.
Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
mutu memiliki makna beragam namun pada intinya adalah bagaimana menghasilkan
produk atau jasa yang bisa melayani kebutuhan pelanggan bahkan melampaui
harapan mereka. Dari sisi perusahaan, keunggulan mutu produk akan memberikan
keuntungan berupa peningkatan jumlah pelanggan dan penurunan biaya yang pada
akhirnya akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pengenalan
tahap-tahap perkembangan konsep mutu akan menyadarkan kita posisi konsep mutu
yang kita terapkan saat ini di perusahaan atau organisasi kita dan menyesuaikan
dengan konsep yang terbaru. Dengan demikian kita akan selalu siap memberikan
mutu yang terbaik untuk keuntungan pelanggan dan perusahaan kita sendiri.
B.
Dimensi Mutu
Mutu bisa
diukur dengan beberapa dimensi, sehingga dengan dimensi ini bisa dianalisis
apakah suatu produk itu bermutu ataukah tidak. Ada delapan dimensi mutu,
seperti yang dinyatakan oleh Garvin dalam M. N. Nasution (2001) bahwa delapan
dimensi mutu adalah sebagai berikut:
- Performa (Performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
- Features, merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan dan pengembanganya.
- Kehandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
- Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
- Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
- Kemampuan pelayanan (Service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan.
- Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
- Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri.
C.
PERSEPSI MUTU
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi orang terhadap mutu. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
1.
Sesuai dengan kebutuhan pemakai
2.
Harga produk (berkaitan dengan nilai uang yang
dikeluarkan).
3.
Waktu penyerahan sesuai dengan keinginan/kebutuhan
dari pelanggan
4.
Kehandalan
5.
Kemudahan pemeliharaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar